0

Ketika Sebatang Tebu pun Ikut Bertasbih

Sebelum tiba di sekolah aku tertuju pada seorang lelaki yang sedang berjalan sendirian. Lelaki itu tampan, bertubuh tinggi tegap, mengenakan baju koko dan peci di kepalanya menuju ke  mesjid Al-Huriyyah di dekat rumah. Yaa Allah, How handsome he is! ucapku dalam hati. Mengingatkanku pada Lin Dan, atlet bulutangkis favoritku. Aku terdiam melihatnya. “astagfirullah, Adnin!”. Ku langkahkan kaki ini dengan segera menuju sekolah. Bel sekolah pun sudah terdengar dari kejauhan. Ketenangan muncul ketika aku telah melewati gerbang sekolah yang hampir ditutup pa satpam.
            Ku kira aku akan menjadi siswa satu-satunya yang belum selesai mengerjakan tugas. Tetapi Allah sungguh maha mendengar do’a hambanya ternyata Hari ini kegiatan belajar terganggu alasannya karena ada rapat untuk ujian nasional kelas XII. Ya Allah bersyukur sekali untuk hari ini. Pulang lebih awal dan hanya mengerjakan tugas-tugas dari guru yang sedang mengikuti rapat, tak ada kata lain yang bisa terucap kecuali Alhamdulillah..
            Karena pulang lebih awal, setelah sholat dzuhur di sekolah aku putuskan untuk pergi ke tempat favoritku saung yang berada di tengah kebun tebu. Saung tempat mencurahkan segala isi hatiku, dalam senang, sedih ataupun hal lain. Langkahku terhenti ketika aku melihat seorang lelaki yang tak asing bagiku sedang bersandar di saung. Dia memegang dadanya seperti orang yang sedang kesakitan, aku berfikir pasti ada yang tak beres dengannya. Aku berlari ke saung itu dan terkaget. Masya Allah dia sesak nafas. Aku bingung, aku panik dan tak tau harus berbuat apa. Aku tak bisa membawanya pergi dari saung, aku tak tau harus meminta tolong pada siapa di tengah kebun tebu yang sepi ini. Aku hanya bisa memberinya seteguk air dan berdo’a pada Allah agar tak terjadi apa-apa padanya. Tak lama sesak nafasnya berhenti dan ia pun mulai pulih kembali. “sudah baikan?” tanyaku padanya “ya” jawabnya dingin padaku. Seketika diapun pergi entah ke mana. Aku baru menyadari ternyata dia lelaki berbaju koko tadi yang aku lihat ketika berangkat sekolah. Ya Allah aku tak tau mengapa, tapi bolehkah aku mengaguminya? Tanyaku dalam hati.
            “Assalamu alaikum Abi, Umi Adnin pulang” “wa’alaikum salam, makan dulu nak umi sudah siapkan cumi goreng buat kamu” “iyah Umi”. “Jangan lupa sehabis magrib berangkat ngaji ke mushola Nurul Halim. Ustadzah Ninih tanyain kamu terus” Abi mengingatkanku karena sudah satu mingggu aku tak mengaji. “Siap Abi, sekarang pasti berangkat!”. Abi dan umiku memang sangat memperhatikannku , mungkin karena aku anak semata wayang mereka. Walaupun selalu memperhatikannku tapi mereka tidak memajakannku. Berbeda dengan sekarang sebelumnya mereka terlalu memanjakannku. Dengan kemanjaan, aku sulit untuk menjadi anak yang mandiri. Segala sesuatu bergantung pada orang lain. Aku kan tak mau jadi benalu di semak belukar. Maka dari itu aku meminta mereka agar mengubah didikannya.  Aku tau mereka hanya ingin mendidikku supaya aku bisa menjadi anak yang sholehah. I very love them.
            Satu minggu ternyata waktu yang sangat lama ya, ketika ada di mushola aku langung berbincang-bincang dengan ustadzah. Rasanya aku ingin mendengarkan cerita-ceritanya yang selalu aku jadikan motivasi. yeah I miss this situation. Ustadzah menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang sebaya denganku bergabung untuk belajar mengaji di sini. Namanya Rofii kelas X SMAN 1 Jatiwangi. Ustadzah bilang akhlaq Rofi itu perlu diperbaiki. Ustadzah pun menunjukan teman baruku itu. The handsome boy again? Aku tak percaya bisa bertemu dengannya lagi, lagi dan lagi. Ustadzah menceritakan hal lain tentangnya, akibat dia sering merokok, diapun mempunyai asma yang berat. Tekadang jika asmanya kambuh ustadzah sangat hawatir dengan keadaanya. Ku fikir berarti sewaktu di saung asmanya itu kambuh.
Sejak saat itulah aku selalu memperhatikannya. Detik demi detik di Mushola menjadi berharga bagiku. Kini mushola menjadi tempat favorit kedua setelah kebun tebu. Aku yakin Rofi bisa mengubah hidupnya.
Ketika aku akan pergi ke pasar, terlihat dari kejauhan Malik teman ngaji di Mushola Nurul Halim berlari menghampiriku dengan wajah penuh emosi. “kau tak tau apa yang diperbuat Rofi?” “memang ada apa dengan Rofi?” “Dia sungguh keterlaluan, memalukan nama Mushola Nurul Halim saja. Dia ketauan mencuri.” “ kamu jangan asal bicara. Aku tak percaya Rofi melakukan hal seperti itu” “kalau kau tak percaya ikut aku ke pasar!” aku berlari bersama Malik. Perasaanku tak menentu. Kepercayaanku terhadap Rofi sedikit memudar tapi hati kecil ini yakin dia tak akan melakukan hal seperti itu. Tapi aku lebih khawatir dengan keadaannya.
            Sesampai di pasar aku dan malik tidak menemukan Rofi. Terdengar percakapan kecil dari ibu-ibu yang sedang mengobrol di pasar membicarakan tentang kejadian tadi. Tanpa sengaja ku dengar Rofi dipukuli habis-habisan, dia ingin menjelaskan apa yang terjadi tapi entah ada apa dengan manusia yang memukuli Rofi yang tak memberi kesempatan sedikitpun. Mereka sungguh keterlaluan. “Anak tadi merintih kesakitan. Dia tak bisa berontak. Semua orang berusaha menghentikannya bu, tapi preman-preman pasar itu sungguh ketelaluan.” Seorang ibu memberi penjelasan kepada temannya. Mereka semua baru berhenti memukulinya ketika asma Rofi kambuh. Ternyata Rofi telah dibawa pulang oleh ayahnya. Aku tak kuat mendengar cerita ibu tadi. Aku berlari meninggalkan Malik dengan tetesan air mata. Tak jauh aku menoleh ke arah Malik dia tersenyum sinis dan aku mengabaikannya. Tak ada yang aku fikirkan kecuali keadaan Rofi sekarang. God, may Rofi be under Your Protection.
            Aku tak berani melihat Rofi sekarang. Aku tak kuat melihatnya kesakitan. Aku tak ingin menangis di hadapannya, Ya Allah berilah dia kesembuhan. Jagalah hambamu itu. Berikanlah ia kekuatan untuk menghadapi cobaan ini. Aku yakin Kau maha Mengetahui. Rofi semoga kau cepat sembuh.
            Ditemani matahari yang beranjak pergi ke barat dan angin sepoi-sepoi aku duduk di saung pohon tebu. Semenjak kejadian di pasa itu aku tak pernah melihat Rofi lagi. Aku ingin melihatnya mengaji lagi. Aku ingin bertemu dengannya tanpa melihatnya kesakitan. “Adnin!” suara yang tak asing bagiku memanggilku dari belakang. Aku membalikan badanku ke belakang. “Rofi” aku terkejut sekaligus senang. Aku tak menyangka bisa bertemu dengannya di sini. Aku tak bisa berkata-apa. Aku hanya bisa menangis melihatnya. Aku malu tak pernah menjenguknya sama sekali. “Rofi, maaf ak..” “tak apa Adnin” Rofi memotong perkataanku. “kemarin hanya cobaan dari Allah saja. Malik memfitnahku mencuri mungkin karena dia dendam padaku karena aku pernah memukulinya dulu” “tapi kamu tak apa-apa?” tanyaku. “ kan kamu lihat sendiri, aku kan kuat tentu saja aku baik-baik saja” aku hanya tersenyum mendengarnya. “ya Allah terima kasih kau telah menciptakan seseorang yang sholehah, seseorang yang begitu peduli terhadapku, seseorang yang bisa membuatku tersadar dari kegelapan,ya Allah kumohon izinkan aku.” Ucapnya kepadaku “Adnin bolehkah aku mengagumimu?” Ya Allah apa yang dikatakan Rofi ini? Aku, aku, aku sangat bahagia ya Tuhanku. Aku meninggalkannya dan tersenyum padanya.
Iruzuka~~

0 komentar:

Posting Komentar

Back to Top