Sebelum tiba di sekolah aku tertuju pada seorang lelaki yang
sedang berjalan sendirian. Lelaki itu tampan, bertubuh tinggi tegap, mengenakan
baju koko dan peci di kepalanya menuju ke mesjid Al-Huriyyah di dekat rumah. Yaa Allah,
How handsome he is! ucapku dalam hati. Mengingatkanku pada Lin Dan, atlet
bulutangkis favoritku. Aku terdiam melihatnya. “astagfirullah, Adnin!”. Ku
langkahkan kaki ini dengan segera menuju sekolah. Bel sekolah pun sudah
terdengar dari kejauhan. Ketenangan muncul ketika aku telah melewati gerbang
sekolah yang hampir ditutup pa satpam.
Ku kira aku
akan menjadi siswa satu-satunya yang belum selesai mengerjakan tugas. Tetapi
Allah sungguh maha mendengar do’a hambanya ternyata Hari ini kegiatan belajar
terganggu alasannya karena ada rapat untuk ujian nasional kelas XII. Ya Allah
bersyukur sekali untuk hari ini. Pulang lebih awal dan hanya mengerjakan
tugas-tugas dari guru yang sedang mengikuti rapat, tak ada kata lain yang bisa
terucap kecuali Alhamdulillah..
Karena
pulang lebih awal, setelah sholat dzuhur di sekolah aku putuskan untuk pergi ke
tempat favoritku saung yang berada di tengah kebun tebu. Saung tempat
mencurahkan segala isi hatiku, dalam senang, sedih ataupun hal lain. Langkahku
terhenti ketika aku melihat seorang lelaki yang tak asing bagiku sedang
bersandar di saung. Dia memegang dadanya seperti orang yang sedang kesakitan,
aku berfikir pasti ada yang tak beres dengannya. Aku berlari ke saung itu dan
terkaget. Masya Allah dia sesak nafas. Aku bingung, aku panik dan tak tau harus
berbuat apa. Aku tak bisa membawanya pergi dari saung, aku tak tau harus
meminta tolong pada siapa di tengah kebun tebu yang sepi ini. Aku hanya bisa
memberinya seteguk air dan berdo’a pada Allah agar tak terjadi apa-apa padanya.
Tak lama sesak nafasnya berhenti dan ia pun mulai pulih kembali. “sudah
baikan?” tanyaku padanya “ya” jawabnya dingin padaku. Seketika diapun pergi
entah ke mana. Aku baru menyadari ternyata dia lelaki berbaju koko tadi yang
aku lihat ketika berangkat sekolah. Ya Allah aku tak tau mengapa, tapi bolehkah
aku mengaguminya? Tanyaku dalam hati.
“Assalamu
alaikum Abi, Umi Adnin pulang” “wa’alaikum salam, makan dulu nak umi sudah
siapkan cumi goreng buat kamu” “iyah Umi”. “Jangan lupa sehabis magrib
berangkat ngaji ke mushola Nurul Halim. Ustadzah Ninih tanyain kamu terus” Abi
mengingatkanku karena sudah satu mingggu aku tak mengaji. “Siap Abi, sekarang
pasti berangkat!”. Abi dan umiku memang sangat memperhatikannku , mungkin
karena aku anak semata wayang mereka. Walaupun selalu memperhatikannku tapi mereka
tidak memajakannku. Berbeda dengan sekarang sebelumnya mereka terlalu
memanjakannku. Dengan kemanjaan, aku sulit untuk menjadi anak yang mandiri.
Segala sesuatu bergantung pada orang lain. Aku kan tak mau jadi benalu di semak
belukar. Maka dari itu aku meminta mereka agar mengubah didikannya. Aku tau mereka hanya ingin mendidikku supaya
aku bisa menjadi anak yang sholehah. I very love them.
Satu minggu
ternyata waktu yang sangat lama ya, ketika ada di mushola aku langung
berbincang-bincang dengan ustadzah. Rasanya aku ingin mendengarkan
cerita-ceritanya yang selalu aku jadikan motivasi. yeah I miss this situation. Ustadzah
menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang sebaya denganku bergabung untuk
belajar mengaji di sini. Namanya Rofii kelas X SMAN 1 Jatiwangi. Ustadzah
bilang akhlaq Rofi itu perlu diperbaiki. Ustadzah pun menunjukan teman baruku
itu. The handsome boy again? Aku tak percaya bisa bertemu dengannya lagi, lagi dan
lagi. Ustadzah menceritakan hal lain tentangnya, akibat dia sering merokok,
diapun mempunyai asma yang berat. Tekadang jika asmanya kambuh ustadzah sangat
hawatir dengan keadaanya. Ku fikir berarti sewaktu di saung asmanya itu kambuh.
Sejak saat itulah aku selalu
memperhatikannya. Detik demi detik di Mushola menjadi berharga bagiku. Kini
mushola menjadi tempat favorit kedua setelah kebun tebu. Aku yakin Rofi bisa
mengubah hidupnya.
Ketika aku akan pergi ke pasar,
terlihat dari kejauhan Malik teman ngaji di Mushola Nurul Halim berlari
menghampiriku dengan wajah penuh emosi. “kau tak tau apa yang diperbuat Rofi?”
“memang ada apa dengan Rofi?” “Dia sungguh keterlaluan, memalukan nama Mushola
Nurul Halim saja. Dia ketauan mencuri.” “ kamu jangan asal bicara. Aku tak
percaya Rofi melakukan hal seperti itu” “kalau kau tak percaya ikut aku ke
pasar!” aku berlari bersama Malik. Perasaanku tak menentu. Kepercayaanku
terhadap Rofi sedikit memudar tapi hati kecil ini yakin dia tak akan melakukan
hal seperti itu. Tapi aku lebih khawatir dengan keadaannya.
Sesampai di
pasar aku dan malik tidak menemukan Rofi. Terdengar percakapan kecil dari
ibu-ibu yang sedang mengobrol di pasar membicarakan tentang kejadian tadi.
Tanpa sengaja ku dengar Rofi dipukuli habis-habisan, dia ingin menjelaskan apa
yang terjadi tapi entah ada apa dengan manusia yang memukuli Rofi yang tak
memberi kesempatan sedikitpun. Mereka sungguh keterlaluan. “Anak tadi merintih
kesakitan. Dia tak bisa berontak. Semua orang berusaha menghentikannya bu, tapi
preman-preman pasar itu sungguh ketelaluan.” Seorang ibu memberi penjelasan
kepada temannya. Mereka semua baru berhenti memukulinya ketika asma Rofi
kambuh. Ternyata Rofi telah dibawa pulang oleh ayahnya. Aku tak kuat mendengar
cerita ibu tadi. Aku berlari meninggalkan Malik dengan tetesan air mata. Tak
jauh aku menoleh ke arah Malik dia tersenyum sinis dan aku mengabaikannya. Tak
ada yang aku fikirkan kecuali keadaan Rofi sekarang. God, may Rofi be under
Your Protection.
Aku tak
berani melihat Rofi sekarang. Aku tak kuat melihatnya kesakitan. Aku tak ingin
menangis di hadapannya, Ya Allah berilah dia kesembuhan. Jagalah hambamu itu.
Berikanlah ia kekuatan untuk menghadapi cobaan ini. Aku yakin Kau maha
Mengetahui. Rofi semoga kau cepat sembuh.
Ditemani
matahari yang beranjak pergi ke barat dan angin sepoi-sepoi aku duduk di saung
pohon tebu. Semenjak kejadian di pasa itu aku tak pernah melihat Rofi lagi. Aku
ingin melihatnya mengaji lagi. Aku ingin bertemu dengannya tanpa melihatnya
kesakitan. “Adnin!” suara yang tak asing bagiku memanggilku dari belakang. Aku
membalikan badanku ke belakang. “Rofi” aku terkejut sekaligus senang. Aku tak
menyangka bisa bertemu dengannya di sini. Aku tak bisa berkata-apa. Aku hanya
bisa menangis melihatnya. Aku malu tak pernah menjenguknya sama sekali. “Rofi,
maaf ak..” “tak apa Adnin” Rofi memotong perkataanku. “kemarin hanya cobaan
dari Allah saja. Malik memfitnahku mencuri mungkin karena dia dendam padaku
karena aku pernah memukulinya dulu” “tapi kamu tak apa-apa?” tanyaku. “ kan
kamu lihat sendiri, aku kan kuat tentu saja aku baik-baik saja” aku hanya
tersenyum mendengarnya. “ya Allah terima kasih kau telah menciptakan seseorang
yang sholehah, seseorang yang begitu peduli terhadapku, seseorang yang bisa
membuatku tersadar dari kegelapan,ya Allah kumohon izinkan aku.” Ucapnya
kepadaku “Adnin bolehkah aku mengagumimu?” Ya Allah apa yang dikatakan Rofi
ini? Aku, aku, aku sangat bahagia ya Tuhanku. Aku meninggalkannya dan tersenyum
padanya.
Iruzuka~~
0 komentar:
Posting Komentar